Tidak heran bila saat ini porang tanaman ekspor sangat menjanjikan bagi petani Indonesia. Tanaman asli Indonesia sudah dimanfaatkan Jepang pada masa penjajahan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan industri.
Bahkan mereka memaksa orang Indonesia untuk mencarinya di hutan.
Namun industri budidaya porang masih belum lama dikenal. Warga lebih banyak mengambilnya secara langsung di hutan. Kemudian dijual dalam bentuk umbi basah di pasar. Setelah tahun 2000 an mulai banyak penelitian mengenai nilai ekonomis porang tanaman ekspor ini.
Bahkan mantan menteri BUMN, Dahlan Iskan di kala menjabat, memberikan intruksi kepada Perhutani untuk mengembangkan tanaman ini. Meminta mengajak masyarakat bermitra dengan Perhutani melalui program PHBM. Hal ini mendorong beberapa petani dari berbagai daerah untuk membudidayakannya. Sampai tanaman porang saat ini menjadi salah satu Komoditas pertanian yang menjanjikan.
Nilai Ekonomis Porang Tanaman Ekspor
Nilai ekonomis tanaman porang, ini tidak hanya bisa didapat dari umbi besar yang nantinya dimanfaatkan glukomanannya. Ubi kecil bisa dipanen pada 1-2, bulbil, serta bijinya juga mempunyai nilai jual menguntungkan.
Nilai jual tertinggi ada pada ubi besar tanpa pengolahan.
Jika ingin meningkatkan nilai jual, bisa diproses dengan cara dikeringkan. Nilai jual akan semakin meningkat, setelah diproses menjadi tepung glukomanan. Nilai jual berada di bawahnya adalah bukti kecil yang biasanya digunakan sebagai bibit.
Begitu juga dengan bulbil yang mempunyai ukuran lebih kecil bisa dimanfaatkan sebagai bibit memiliki nilai jual. Untuk biji pora yang baru lepas kulitnya yang dapat dihasilkan dari tanaman yang sudah tumbuh maksimal atau usia 4 tahun, nilainya juga cukup tinggi.
Dari 4 nilai jual ini bisa dilakukan pemisahan lahan yang diperuntukan untuk tujuan berbeda. Lahan digunakan untuk menghasilkan porang umbi besar serta bibit harus disendirikan. Sehingga petani bisa mengatur waktu pemanenan berdampak positif pada penghasilan petani secara rutin.
Porang, Bisnis Menjanjikan untuk Petani
Bisnis porang tanaman ekspor memang sangat menjanjikan karena sampai saat ini kebutuhan ekspor belum terpenuhi. Dari sistem usaha tani budidaya tanaman ini sangat menguntungkan karena prosesnya sangat sederhana. Petani hanya menanam bulbil ketika masih mencoba memulai budidaya tanaman porang. Petani bisa menghasilkan untung dari panen pertama setelah 3 tahun dari waktu tanam. Dalam pemeliharaannya petani cukup melakukan penyiangan.
Menurut penelitian secara sederhana ini dapat melindungi 40 sampai 90 kebutuhan petani. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Rochmatiyah, petani mendapatkan modalnya kembali hanya membutuhkan jangka waktu antara 2, 5 sampai 3, 5 5 tahun. Usaha ini menurut penelitiannya dengan menggunakan baik-baik payback period sangat layak digunakan untuk sumber pendapatan petani.
Tidak hanya secara finansial budidaya tanaman porang juga menguntungkan bagi Perum Perhutani yang menjalankan program PHBM. Karena ketika lahan hutan tersebut dijadikan budidaya porang terbukti lebih aman dari pembalakan liar. Perhutani juga mendapatkan pemasukan non – pajak dari sewa lahan atau bagi hasil dengan petani porang tanaman ekspor.